Selasa, 26 Agustus 2008

pussy

Hallo! Namaku Sekar. Lengkapnya Dewi Sekar Arum. Usiaku delapan tahun. Aku kelas 2A di SD Jaya Suti Abadi, Tambun, Bekasi.

Hobiku membaca. Kalau sedang membaca, aku betah membaca berjam-jam lamanya, sampai-sampai ibuku sering mengingatkan aku untuk istirahat. Yang paling kusuka adalah membaca dongeng seperti Cinderella, Putih Salju, Pangeran Angsa dan semua cerita seperti itu. Tapi kadang-kadang aku juga membaca buku yang tebal seperti cerita Lima Sekawannya Enid Blyton. Kamu tahu cerita Lima Sekawan? Kata ibuku, cerita Lima Sekawan itu sudah lama. Pengarangnya bahkan sudah meninggal dunia ketika ibuku baru mulai membacanya. Ceritanya bagus lho!

Hobiku yang lain adalah menggambar. Aku paling suka menggambar putri dan pangeran. Selain itu, aku juga suka menggambar ikan, kucing dan binatang lainnya.
Aku sangat suka kucing. Kucing adalah binatang kesayanganku.
Aku punya kucing. Kucing cantik dengan belang tiga di tubuhnya. Namanya Pussy. Pussy datang sendiri ke rumah kami. Karena kami sayang dan sering memberinya makan, Pussy jadi betah berada di rumah.

ibuku kurang suka pada kucing. Soalnya kadang-kadang Pussy mengotori rumah dengan pipis dan muntahannya. Kadang-kadang juga mencuri ikan. Padahal Pussy itu lucu.
Tapi Ibu nggak tega kalau Pussy mengeong-ngeong minta makan. Biasanya Ibu akan memberinya makan berupa ikan yang dicampur dengan nasi. Bahkan setiap hari Ibu membeli ikan pindang keranjang, khusus buat Pussy. Kadang aku heran, nggak suka kucing tapi kok telaten memberi makan. Kata Ibu sih, memberi makannya karena ingat kalau kucing itu mahluk Allah juga.

Suatu hari Pussy bunting. Bunting itu hamil. Makin lama perutnya makin besar. Dan ketika tiba waktunya melahirkan, Pussy mendatangi Ibu. Dia mengeong-ngeong. Tadinya Ibu mengira dia minta makan. Tapi Pussy tidak mau makan. Dia hanya mendekam di lantai.
Ibu melihat sebentar-sebentar perut Pussy menegang. Dia juga kelihatan kesakitan. Nafasnya pendek-pendek, seperti kalau kamu habis lari muterin lapangan. Meongnya juga pelan. Saat itu Ibu tahu kalau Pussy akan melahirkan.

Ibu mengambil keranjang dan kain bekas. Kain itu dimasukkan dalam keranjang. Setelah itu Pussy yang dimasukkan dalam keranjang. Ibu menunggui Pussy sambil sebentar-sebentar mengusap perutnya. Perut Pussy, maksudku, bukan perut Ibuku!
Aku ingin tahu, tapi juga takut waktu melihat Pussy melahirkan. Dia kelihatan kesakitan dan bayinya susah keluar. Aku melihat seperti ada bola yang mau keluar dari pantat Pussy. Dia ingin menjilati perutnya. Tapi karena perutnya besar, lidah Pussy tidak bisa mencapainya. Jadinya Pussy berguling-guling nggak karuan di dalam keranjang. Lalu dia ngeden. Tapi bayinya nggak keluar-keluar. Kasihan sekali.

Akhirnya, setelah bersusah payah, dan dengan diberi semangat oleh Ibu, bayi pertama Pussy lahir! Aku merasa sangat lega.
Bayi itu belepotan lendir dan darah. Pussy lalu menjilatinya. Setelah itu dia menggigit putus –apa yang oleh Ibu disebut- plasenta. Plasenta adalah organ khusus yang berfungsi sebagai saluran penerimaan nutrisi dari ibu dan bayi. Menurutku sih itu seperti usus. Setelah plasenta putus, Pussy memakannya.

“Kenapa dimakan?” tanyaku heran.
Ibu juga nggak tahu kenapa. Tapi kata Ibu mungkin karena di dalam plasenta banyak protein dan gizinya. Sayang kalau dibuang…. Ihh!!…. Perutku langsung mual!!
Setelah memakan plasenta, Pussy menjilati bayinya lagi.
Tapi tiba-tiba dia ngeden lagi.

“Bayinya mau keluar lagi.” Kata Ibu.
Haa…? Memangnya di dalam perut Pussy masih ada bayi lagi? Berapa ekor?
Ibu nggak tahu berapa banyaknya. Tapi kucing bisa punya lebih dari satu bayi sekali melahirkan. Bahkan ada yang sampai lima ekor! Lima ekor? Bayangkan! Pasti lucu sekali! Tapi pasti mengurusnya juga susah. Soalnya mengurus aku dan dua orang adikku saja Ibu sudah sering kerepotan. Waktu kukatakan itu pada Ibu, Ibu malah tertawa.

“Mengurus bayi kucing dengan bayi orang beda dong! Bayi kucing nggak perlu dimandikan, dipakaikan popok dan digendong-gendong. Yang penting dia kenyang dan bersih sudah cukup. Oh ya, ada lagi. Bayi kucing harus berada di tempat yang aman. Kalau induknya merasa bayinya nggak aman, dia akan memindahkan anak-anaknya ke tempat aman. Biasanya sih di atas rumah, di gudang atau tempat tersembunyi lainnya.”

Akhirnya bayi kedua Pussy lahir. Lalu di susul bayi yang ketiga.
Seperti yang pertama, setiap bayinya lahir, Pussy menjilati anaknya dan kemudian menggigit putus tali plasentanya. Lalu memakannya. Aduh, perutku masih mual setiap kali mengingat hal itu.

Bayi Pussy yang pertama dan ketiga berwarna oranye. Yang kedua berwarna putih, oranye dan hitam. Mereka lucu-lucu.

Ibu lalu menindahkan kucing-kucing itu ke kardus bekas yang bersih. Di sana anak-anaknya dijilati sampai bersih. Satu anak Pussy, yang kemudian kuberi nama Harimau, menyusu dengan lahap. Tapi dua anak lainnya, masih merangkak ke sana-sini. Ada yang ke belakang kepala induknya, ada masuk di bawah kaki.

Kucoba mengangkat anak-anak kucing itu ke dekat putting susu induknya. Tapi mereka sepertinya nggak tahu, soalnya bukannya menyusu, mereka malah berkeliaran lagi. Mungkin mereka pingin tahu, seperti apa sih, dunia diluar perut induknya? Padahal mereka masih merem. Belum bisa melihat apa-apa.

Aku, adik-adikku dan teman-temanku setiap hari melihat anak-anak Pussy.
Mungkin karena merasa kurang aman, Pussy membawa anak-anaknya pergi. Dia menggendong anaknya dengan cara menggigit tengkuknya.

Yang pertama didatanginya adalah lemari pakaian. Tapi Ibu menutup semua pintu lemari rapat-rapat. Akhirnya Pussy pergi keluar rumah. Aku nggak tahu ke mana. Tapi beberapa saat kemudian Pussy kembali untuk mengambil anaknya yang lain. Sampai akhirnya semua anak Pussy dibawanya pergi.

Sejak itu anak-anak kucing yang lucu itu nggak bisa kami lihat lagi. Kalau Pussy sih, masih tetap di rumah kami. Tidur-tiduran di kursi, meong-meong minta makan. Tapi anaknya entah dimana.

Lalu suatu hari, ketika aku sudah hampir lupa kalau Pussy pernah punya anak, aku melihat dua ekor kucing kecil di dekat Pussy yang sedang tiduran di atas keset di depan rumah. Kucing-kucing itu berwarna oranye. Mereka sedang bermain-main dengan ekor Pussy yang bergoyang kekiri dan kekanan.

“Horee!!! Anak-anak Pussy sudah kembali!!” Sorakku.

Aku senang sekali, walaupun cuma dua ekor anak Pussy yang kembali. Yang seekor lagi, yang warnanya hitam putih, mungkin mati atau hilang. Kami tidak pernah melihatnya lagi.
Anak-anak Pussy takut ketika kudekati. Mereka berlari ke bawah kursi, menegakkan bulu-bulunya sambil menyeringai memperlihatkan taring mereka yang mungil dan mengeluarkan suara yang mungkin menurut mereka menyeramkan. Tapi menurutku, mereka lucu!!
Aku berusaha menggapai mereka. Tapi anak-anak kucing itu mencakarku! Aduh! Sakit! Tanganku sampai berdarah kena cakaran mereka.

Tapi aku nggak kapok. Tiap hari aku tetap mendekati mereka. Kadang-kadang waktu mereka menyusu, aku mendekat dan mengusap-usap bulu lembut mereka. Lama-lama mereka mengenalku dan juga adik-adikku. Mereka nggak takut lagi.

Sekarang mereka tinggal di kolong tempat tidurku. Di situlah mereka menyusu dan tidur.
Sebenarnya Ayah dan Ibu nggak setuju mereka berada di dalam rumah. Apalagi di dalam kamarku. Tapi karena mereka masih kecil, akhirnya Ayah dan Ibu membiarkan saja. Tapi nanti kalau sudah besar, mereka harus tidur di luar rumah.
Kini setiap hari, aku bisa bermain dengan anak-anak Pussy.
Aduh senangnya!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar: