P ulang ! Adakah yang lebih menyenangkan selain dari pada pulang ?
Itulah sebaris kalimat pembuka artikel di Tempo lawas, menggambarkan suasana gembira prajurit TNI yg sedang berkemas-kemas. Mereka terpaksa ditarik pulang dari Timor-Timur pasca insiden Dili Nov 1991 di mana terjadi demo yang berbuntut kerusuhan dan penembakan. Kontras dng kondisi pemerintah yg mendapat tekanan internasional , para parajurit merasa gembira karena setelah berbulan-bulan bertugas dalam ketegangan dan bahaya maut mengintai setiap saat, maka adakah yang lebih menyenangkan selain dari pada pulang ?
Itulah kalimat yg terpikir oleh saya saat akan mudik lebaran. Setelah hari-hari yg penuh tekanan di Jakarta, maka mudik adalah seperti katup pelepasan, di mana orang seperti mendapat legitimasi untuk sejenak bersenang-senang. Entah, apakah mudik ini instink primitif sebagaimana burung-burung bermigrasi tiap tahun, atau sekedar kerinduan sentimentil akan kampung halaman, atau justru nafsu tersamar untuk pamer 'kesuksesan'... Yang jelas jutaan orang menjalaninya dng suka cita. Bahkan membicarakan rencana mudik saja sudah menimbulkan gairah tersendiri...
-----oOo------
1 Nov 2005, awal dari mimpi.
Secara berurutan saya memasukkan gigi persnelling 1 sampai 5 dan menikmati hentakan halus (tepatnya getaran) dari tiap peningkatan percepatan di etape Bekasi-Bandung. Hmm..mobil tjap Matjan ini mungkin tidaklah senyaman Honda Jazz yg kira-kira setara Biz jet-nya British Aerospace di dunia penerbangan, atau se-responsif Escudo 2.0 Ratu series jatah manager UCC (maksudnya Ra tuku , kagak beli he..he..) yg kalo pesawat setara F-15 Eagle. Tjap Matjan ini kira-kira hanyalah setara pesawat Antonov buatan Rusia: besar, kokoh, tapi berisik. Tapi buat keluarga saya yg gagal melaksanakan program KB, ini sudah sangat memadai: anak-anak saya bisa bermain dng leluasa di kabin belakang yg luas.
Beribu-ribu motor, mobil mengarah ke timur. Resiko perjalanan seperti ini tidaklah kecil. Beberapa dari mereka mungkin tidak pernah sampai di kampungnya.....Teringat saya akan kisah di buku "Perang Pasifik" karya PK Ojong. Waktu itu tentara Sekutu bergerak maju ke arah Jepang dng merebut satu demi satu pulau di gugus kepulauan Pasifik. Dan tiap pendaratan amfibi selalu mengandung resiko besar, karena musuh sudah menunggu dng siap sedia di pantai, pasti akan ada korban dari pihak penyerbu.
Saat akan mendarat di pulau Saipan yg dipertahankan sangat kuat oleh Jepang, pendeta tentara Sekutu melalui pengeras suara berucap: "Dengan pertolongan Tuhan kita akan menang. Kebanyakan Saudara-Saudara akan kembali, tetapi sebagian dari Saudara hari ini akan menghadap Tuhan yang menciptakan kalian. Bertobatlah atas dosa-dosamu...bagi yg beragama Yahudi ikuti kata-kata saya (lalu dibacakannya doa agama Yahudi)....bagi yg beragama Kristen ikuti kata-kata saya..(dibacakannya doa agama Kristen)...."
Dan sebagian dari pemudik ini tidak akan pernah kembali ke rumahnya...
Itulah sebaris kalimat pembuka artikel di Tempo lawas, menggambarkan suasana gembira prajurit TNI yg sedang berkemas-kemas. Mereka terpaksa ditarik pulang dari Timor-Timur pasca insiden Dili Nov 1991 di mana terjadi demo yang berbuntut kerusuhan dan penembakan. Kontras dng kondisi pemerintah yg mendapat tekanan internasional , para parajurit merasa gembira karena setelah berbulan-bulan bertugas dalam ketegangan dan bahaya maut mengintai setiap saat, maka adakah yang lebih menyenangkan selain dari pada pulang ?
Itulah kalimat yg terpikir oleh saya saat akan mudik lebaran. Setelah hari-hari yg penuh tekanan di Jakarta, maka mudik adalah seperti katup pelepasan, di mana orang seperti mendapat legitimasi untuk sejenak bersenang-senang. Entah, apakah mudik ini instink primitif sebagaimana burung-burung bermigrasi tiap tahun, atau sekedar kerinduan sentimentil akan kampung halaman, atau justru nafsu tersamar untuk pamer 'kesuksesan'... Yang jelas jutaan orang menjalaninya dng suka cita. Bahkan membicarakan rencana mudik saja sudah menimbulkan gairah tersendiri...
-----oOo------
1 Nov 2005, awal dari mimpi.
Secara berurutan saya memasukkan gigi persnelling 1 sampai 5 dan menikmati hentakan halus (tepatnya getaran) dari tiap peningkatan percepatan di etape Bekasi-Bandung. Hmm..mobil tjap Matjan ini mungkin tidaklah senyaman Honda Jazz yg kira-kira setara Biz jet-nya British Aerospace di dunia penerbangan, atau se-responsif Escudo 2.0 Ratu series jatah manager UCC (maksudnya Ra tuku , kagak beli he..he..) yg kalo pesawat setara F-15 Eagle. Tjap Matjan ini kira-kira hanyalah setara pesawat Antonov buatan Rusia: besar, kokoh, tapi berisik. Tapi buat keluarga saya yg gagal melaksanakan program KB, ini sudah sangat memadai: anak-anak saya bisa bermain dng leluasa di kabin belakang yg luas.
Beribu-ribu motor, mobil mengarah ke timur. Resiko perjalanan seperti ini tidaklah kecil. Beberapa dari mereka mungkin tidak pernah sampai di kampungnya.....Teringat saya akan kisah di buku "Perang Pasifik" karya PK Ojong. Waktu itu tentara Sekutu bergerak maju ke arah Jepang dng merebut satu demi satu pulau di gugus kepulauan Pasifik. Dan tiap pendaratan amfibi selalu mengandung resiko besar, karena musuh sudah menunggu dng siap sedia di pantai, pasti akan ada korban dari pihak penyerbu.
Saat akan mendarat di pulau Saipan yg dipertahankan sangat kuat oleh Jepang, pendeta tentara Sekutu melalui pengeras suara berucap: "Dengan pertolongan Tuhan kita akan menang. Kebanyakan Saudara-Saudara akan kembali, tetapi sebagian dari Saudara hari ini akan menghadap Tuhan yang menciptakan kalian. Bertobatlah atas dosa-dosamu...bagi yg beragama Yahudi ikuti kata-kata saya (lalu dibacakannya doa agama Yahudi)....bagi yg beragama Kristen ikuti kata-kata saya..(dibacakannya doa agama Kristen)...."
Dan sebagian dari pemudik ini tidak akan pernah kembali ke rumahnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: