PUSSY 2
Dua ekor kucing bermalas-malasan di teras rumah. Kelihatan mengantuk. Mereka adalah dua ekor anak Pussy, yang kuberi nama Harimau dan Kini.
Sekarang Harimau dan Kini sudah besar. Pussy nggak mau lagi mereka menyusu. Bahkan kalau mereka mendekat, Pussy akan marah-marah. Kasihan sekali Harimau dan Kini.
Aku sedang asyik memperhatikan kucing-kucingku, tiba-tiba kudengar Ibu marah karena Pussy pipis di dalam rumah, dekat meja makan. Ini bukan pertama kalinya.
Beberapa hari ini Pussy sering pipis di dalam rumah. Padahal biasanya dia pipis di pojok halaman yang sengaja diberi pasir. Dia juga sering muntah, mengotori lantai, kursi, bahkan kasur!
Yang lebih menjengkelkan Ibu, saat ini adalah musim kawin untuk kucing. Pussy yang cantik menjadi rebutan kucing-kucing jantan di komplek perumahan kami. Kucing-kucing jantan itu pantang menyerah. Meskipun Pussy sudah dikurung di dalam rumah, mereka tetap berusaha mendekatinya. Padahal nggak semua kucing jantan itu disukai Pussy.
Nggak jarang kucing-kucing itu naik ke atap rumah. Mereka pipis di mana-mana, membuat rumah bau. Bahkan kemarin, plafon di atas kamar Ibu jebol karena kucing-kucing itu, menimpa Ayah yang sedang tidur. Kebayang kan betapa jengkelnya Ibu?
“Ibu sudah putuskan, Pussy akan Ibu buang!” kata Ibu sambil mengepel lantai yang dipipisi Pussy. Ibu kelihatan capek sekali.
Aku kaget sekali mendengar kata-kata Ibu. Pussy akan dibuang? Oh! Tidak!!!
“Bu… jangan dibuang…..”
Tapi rupanya Ibu nggak bisa dibujuk. Ibu bilang terlalu banyak kucing di rumah ini. Dan yang paling merepotkan adalah Pussy. Ibu hanya membolehkan seekor kucing saja di rumah. Jadi akhirnya aku memilih Harimau, dan merelakan dua ekor kucing lainnya, Pussy dan Kini, dibuang.
Aku sedih sekali ketika Ibu memasukkan Pussy dan Kini ke dalam tas besar dan membawanya pergi. Ibu akan membuangnya ke pasar. Karena menurut Ibu di pasar banyak makanan, jadi Pussy dan Kini nggak akan kelaparan.
Aku hanya bisa memeluk Harimau sambil menangis.
Kenapa, Bu? Kenapa? Padahal mereka begitu manis dan lucu?
Sekarang tinggal Harimau yang ada di rumah. Tapi sepertinya Harimau nggak merasa sedih. Dia tenang-tenang saja walau Ibu dan adiknya nggak ada lagi di rumah. Bahkan mungkin dia merasa senang karena nggak perlu berebut makanan dengan Kini. Harimau juga nggak perlu iri karena sekarang cuma dia yang akan kupeluk dan diajak bermain.
Setiap hari aku teringat Pussy. Sedih rasanya.
Tapi lama-lama, walaupun aku nggak bisa melupakan Pussy, aku nggak terlalu sedih lagi.
* * *
Aku sedang mengambil air minum. Tiba-tiba kurasakan kakiku disentuh bulu-bulu halus. Membuatku geli.
“Harimau! Awas nanti minumnya tumpah!” kataku.
Kuminum air dalam gelas, setelah itu kuletakkan gelas di atas meja.
“Meoong….”
Aku menunduk.
“Pussy!!!” jeritku terkejut. Aku mengucek-ucek mata. Pasti salah lihat!
Tapi tetap saja kucing yang ada di kakiku itu Pussy, bukan Harimau. Tapi Pussy kurus sekali. Dia juga kotor. Entah berapa hari yang diperlukan Pussy untuk mencari jalan kembali ke rumah ini.
Aku menangis karena gembira dan sedih. Aku gembira karena Pussy kembali. Tapi aku sedih karena dia kurus dan kotor. Pasti menderita.
Pussy kumandikan. Lalu kuberi makan dan minum susu. Harimau hanya melihat ketika induknya makan.
Aku lalu bilang pada Ibu kalau Pussy sudah kembali. Tapi sendirian, nggak bersama Kini. Ibu heran karena Pussy bisa kembali lagi.
Aku minta pada Ibu supaya Pussy boleh tinggal di rumah lagi.
Ibu kelihatan serba salah. Tapi akhirnya Ibu mengizinkan Pussy tinggal.
Alhamdulillah.
“Horeeey! Terimakasih Ibu!” kupeluk Ibu, kucium kedua pipinya. Lalu aku berlari ke tempat Pussy.
Pussy! Pussy sayang! Jangan pergi lagi ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: