Alhamdulillah, parade Happy Innerchild telah sampai pada puncaknya. Kali ini narasumbernya adalah Kak Seto Mulyadi dan Kak Anggun Meylani Pohan.
Free Child
Emak menjadi salah satu orang yang dikatakan oleh Bu Anggun, yaitu merasa heran mengetahui bahwa ada orang-orang yang memilih untuk tidak mempunyai anak kandung. Oh, ternyata ada yang begitu? (Mainnya kurang jauh nih, baru ngeh masalah beginiš¤¦♀️).
Emak pikir kalau memilih menikah maka salah satu konsekuensinya ya punya anak. banyak orang yang mengeluarkan biaya begitu besar untuk memperoleh keturunan. Apalagi dalam agama Islam, salah satu pahala jariyah bisa didapat dari anak-anak yang shalih-shalihah.
Mungkin Emak berpikir begitu karena berasal dari keluarga besar. Emak anak nomor sepuluh dari satu bapak dan satu ibu. Eyang Kakung dan Eyang Putri, begitu mereka biasa disapa.
Eyang Kakung sudah meninggal lebih dari dua puluh lima tahun yang lalu. Eyang Putri alhamdulillah masih hidup dan bulan September 2021 ini berusia 92 tahun.
Sejak jatuh saat mati lampu di bulan November 2020 yang lalu, Eyang Putri tidak bisa beranjak dari tempat tidur. Semua aktivitas beliau di tempat tidur saja. Anak-anak Eyang Putri bergantian merawat beliau. Yang tinggal serumah, sekota, bahkan di luar kota, membuat jadwal kapan harus merawat Eyang Putri.
Alhamdulillah Emak berada di tengah keluarga yang rukun dan kompak, sehingga dalam merawat Eyang Putri tidak ada rasa berat. Mereka semua ikhlas bergantian merawat beliau. Tidak ada yang mengeluh, tidak ada yang merasa melakukan lebih banyak dari yang lain atau merasa iri saat yang lain tidak merawat Eyang Putri. Suami-suami dari anak-anak perempuan Eyang Putri juga kompak, ikhlas ketika istri-istri harus merawat beliau. Pun anak-anak mereka yang lama ditinggal ibunya untuk merawat Eyang Putri.
Mungkin karena melihat hal ini, Emak jadi merasa heran ketika ada keluarga yang tidak menginginkan kehadiran anak. Betapa sepinya nanti di masa tua tanpa ada anak-anak.
Namun, Emak menyadari, ada orangtua yang memiliki anak yang tetap merasa kesepian karena tidak memiliki kedekatan dengan anak. Ada orang tua yang menganggap memiliki anak adalah hal yang merepotkan, memberatkan biaya hidup, kemudian setelah dewasa pergi meninggalkan orangtuanya.
Emak jadi berpikir, apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Maka bagaimana orang tua mengasuh anaknya itulah yang akan mereka dapatkan di saat tua nanti. Orang tua yang mengasuh dengan kasih sayang dan memiliki bonding yang kuat dengan anak, serta mengajarkan pengetahuan tentang agama, in syaa Allah akan selalu dekat di hati anak-anaknya. Membuat anak rela, ikhlas bila harus merawat orangtua di hari tua dan selalu mendoakan orangtuanya.
Sedangkan orangtua yang mengasuh dengan kekerasan dan hanya mementingkan dunia, mementingkan kesuksesan anaknya dalam hal pendidikan, pangkat dan harta, tetapi melupakan masalah bonding dan norma-norma dalam agama, maka ketika anak sukses, seringkali anak meninggalkan orangtuanya.
Emak menyadari juga setiap orang berhak memilih dan menjalani kehidupannya. Emak tidak tahu apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain, tetapi dia menghormati pilihan mereka.
Terlebih tidak semua orangtua tanpa anak, adalah kehendak mereka sendiri. Bisa jadi memang Alloh tidak memberikan anak kepada mereka. Maka Emak berusaha untuk memandang tanpa penghakiman dan tidak mengatakan hal-hal yang menyinggung perasaan mereka, meskipun sebenarnya merasa ingin tahu.
Hidup ini adalah pilihan. Apapun pilihan kita, putuskanlah dalam keadaan sadar.
Kembalinya Si Komo
Sesi berikutnya adalah si Komo! Eh, maksud Emak, Kak Seto.
Kak Seto membawa gelombang kebahagiaan dengan menghadirkan si Komo dalam pertemuan kali ini. Emak melihat wajah-wajah peserta yang tersenyum saat lagu si Komo Lewat Tol diputarkan.
Dulu waktu Emak kecil sering mendengarkan sanggar cerita yang dibawakan oleh Kak Seto dan kak Heni Purwonegoro. Maka bisa bertemu dan berbicara dengan kak Seto adalah sesuatu yang luar biasa. Mungkin seperti kalau pecinta drakor ketemu oppa-oppa Korea, hehe.
Dari Kak Seto Emak belajar bahwa kita sendiri bisa mengobati luka innerchild dengan jalan berdialaog dengan diri sendiri. Selain itu merilis perasaan yang tidak menyenangkan bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan seperti bernyanyi. Salah satu contohnya adalah lagu si Komo Lewat Jalan Tol. Itu adalah cara kak Seto merilis emosinya tentang kemacetan yang terjadi di Jakarta.
Anak adalah anugerah dari Allah Swt. Jadikan anak sahabat kita, maka kita akan mendapatkan kekuatan darinya. Kita juga bisa belajar banyak hal dari anak-anak. Emak jadi teringat buku Kak Seto yang pernah dibacanya. Kalau tidak salah judulnya adalah Anakku, Sahabat dan Guruku.
Buku ini adalah hadiah resepsi pernikahan Emak di tahun 1997. Diberikan oleh pemilik Taman Bacaan Matras, Yogyakarta, yang sering Emak sewa bukunya. Beliau bernama Arif Kianjaya. Dari buku ini Emak mendapat wawasan tentang bagaimana Kak Seto membersamai putranya yang bernama Bimo. Di buku ini dikisahkan betapa sabarnya Kak Seto dalam mendampingi Bimo, sehingga apapun kejadian yang mereka alami, yang mungkin bagi sebagian orang tua sangat menjengkelkan, di buku itu menjadi terlihat menyenangkan seperti sebuah permainan.
Selain diajak bernyanyi, peserta juga bisa bertanya kepada si Komo. Ketika sebagian peserta curhat kepada si Komo, si Komo menanggapinya dengan baik. Dan yang curhat ini bilang kalau apa yang disampaikan si Komo lebih mengena dan lebih disukai dinaseti mamanya.
Seajaib itulah si Komo. Membawa kenangan yang bahagia.
Namun, di balik kebahagiaan yang dibawa oleh Si Komo, Emak jadi tahu bagaimana masa kecil Kak Seto yang tidak luput dari luka dan perjuangannya hingga pencapaian sekarang. Waktu kecil Kak Seto merasa selalu kalah dari saudara kembarnya. Kata Kak Seto, beliau pernah berbuat nakal, lalu bersembunyi di atas genting dan dicari-cari oleh neneknya.
Kak Seto juga bercerita bahwa dirinya kabur dari rumah dan selama tujuh tahun hidup menggelandang, kerja serabutan. Hingga akhirnya menjadi seorang Office Boy dan bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Kak Seto mempunyai tokoh wayang idola, yaitu Gatot Kaca. Namun kemudian, beliau menemukan sosok wayang lain yang tidak kalah hebatnya yang bernama Seto. Hal ini menimbulkan dialog dengan dirinya sendiri dan menimbulkan rasa percaya dirinya. Hingga akhirnya Kak Seto menemukan dunia anak yang cocok dengan dirinya dan ditekuninya hingga saat ini.
Emak menyadari banyak sekali orang-orang dengan innerchild yang terluka. Beruntunglah orang yang menyadari bahwa dia memiliki luka dan ingin menyembuhkannya. Ini adalah langkah awal untuk bisa pulih.
Seperti halnya Emak. Kesadaran akan adanya luka, keinginan untuk pulih, berlatih dan mengajak orang lain untuk pulih inilah yang atas izin Allah membawanya sampai di sini sekarang. Bertemu dengan orang-orang hebat seperti Mbak Intan Maria Lie, Mas Adi Prayuda, Kak Seto Mulyadi, Kak Anggun Meylani Pohan, Bu Naftali Kusumawardhani, Pak Anthony Dio Martin, Pak Prasetya M Brata, Bu Fena Wijaya, Pak Asep Haerul Gani, Pak Adi W Gunawan, Dokter I Gusti Rai Wiguna dan Mas Adjie Santosoputra di dalam rangkaian Webinar Innerchild Healing Parade for Indonesia.
Emak berterima kasih kepada Mbak Intan Maria Lie, founder Ruangpulih.com dan Mas Adi Prayuda yang telah menulis buku Luka Performa Bahagia. Juga kepada Mbak Wiwin Pratiwanggini yang telah menyunting bukunya. Tak lupa Emak berterima kasih kepada Mbak Widyanti Yuliandari, buketu IIDN atas segala dukungannya.
Semoga walaupun parade webinar telah selesai, gaungnya bisa terus bergema dan menebarkan kebaikan untuk semua. Semoga semakin banyak orang yang bisa merasakan manfaat dari buku Luka Performa Bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: