Kamis, 23 September 2021

Ternyata Cerdas Itu Bukan Hanya Masalah Akademik. Kecerdasan Emosi Juga Perlu Dimiliki Untuk Mencipta Kebahagiaan.


Emak bersyukur bisa kembali mengikuti Webinar Inner Child Healing Parade. Dari sini dia bisa belajar dari orang-orang yang ahli di bidangnya. 

Menerima dan Memaafkan

Emak bisa memaafkan, tetapi tak bisa melupakan! 

Ibu Naftalia Kusumawardhani menjelaskan bahwa untuk sebagian orang memaafkan itu butuh proses yang lama. Untuk bisa memaafkan seseorang harus bisa menerima kejadian yang telah berlalu. Bukan menerima perlakuannya, tetapi menerima keadaannya. Apa yang sudah berlalu tidak bisa diperbaiki. 

Emak juga pernah mengalami hal ini. Mungkin bagi sebagian orang apa yang dia alami adalah hal yang biasa, tetapi untuknya itu meninggalkan luka. Setelah bisa menerima keadaan dan memaklumi bahwa yang terjadi bukan karena mereka ingin menyakiti dirinya, tetapi karena mereka mengira itu adalah hal terbaik yang bisa mereka lakukan saat itu, Emak merasa lebih baik. 

Emak bisa menerima bahwa itu terjadi bukan karena kesengajaan untuk memyakiti. 

Cinta dan Penerimaan

Untuk luka innerchild yang disebabkan oleh orangtua, bisa terjadi sejak di dalam kandungan. Karena itu perlu ditelusuri oleh orang yang ahli di bidangnya untuk mengetahui kapan dan bagaimana terjadinya. 

Orang tua, karena ketidaktahuannya sering mengekspresikan cinta dengan cara yang menyakitkan untuk anak-anaknya. Orang tua mungkin tidak menyadarinya, dan tidak mudah bagi anak untuk membuat mereka mengerti dan mengubah kebiasaannya. 

Apa yang bisa dilakukan anak untuk bisa mengatasinya? Lihatlah esensi dari perlakuan orang tua. Pisahkan orang tua dengan perlakuannya. Misal: orang tua yang ngomel, kita lihat sebenarnya tujuannya apa? Setelah dipisahkan antara orang tua dengan perilakunya, kita bisa melihat bahwa sebenarnya apa yang dilakukan oleh orang tua adalah cinta. 

Kalau kita bisa melihat ini, kita jadi bisa memaklumi apa yang mereka lakukan. Kita bisa menerima perlakuan mereka dan memaafkan orang tua. Tak ada orang tua yang sempurna. Seperti halnya diri kita juga tidak sempurna. Yang ada adalah orangtua yang memginginkan kebahagiaan anak-anaknya. 

Tubuh Merekam Peristiwa

Bila kita mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, semua itu terekam oleh seluruh tubuh kita. Contohnya pernah ketumpahan bakso sampai tangan melepuh, dua tahun kemudian bila mengalami situasi yang sama, tubuh bisa merespon sama seperti waktu itu. 
Demikian juga dengan hal yang menyenangkan. Tubuh merekam semuanya. Itulah sebabnya meskipun kita tidak mengingat lagi peristiwanya, bukan berarti kita melupakannya. Hal itu hanya terkubur dan akan terus ada sampai kita bisa move on. 

Salah satu kemampuan untuk move on adalah memiliki rasa humor. 

Pada zaman dulu umumnya mendidik anak ada 2 cara. Marah dan maksa. Paradigma orang jaman dulu, kalau anak membantah maka orang tua hilang wibawa. Namun zaman semakin modern.  Kita bisa mengkomunikasikan apa yang dirasakan. Misal bilang, "Ma  aku waktu kecil mama sering marahin. Sekarang aku ingin mama melakukan ini...."
Bisa juga dengan menuliskan surat buat orangtua apa yang kita mau. Jangan pakai WA tapi surat. Karena WA bisa terhapus sewaktu-waktu, atau tertumpuk chat lain dan terlupakan. 

Kita harus mendidik orangtua, mengatakan bahwa kita tahu mereka menyayangi kita, tapi kita tidak suka cara mereka memperlakukan kita. Caranya bisa dengan mengatakan langsung, atau menuliskannya. Bisa juga, memfotocopy dari suatu buku tentang bagaimana sikap orangtua yang diinginkan, lalu berikan pada orangtua atau tempelkan di tempat yang mudah dibaca oleh orangtua. 

Tidak perlu berusaha memaafkan, yang diperlukan hanya menerima. Setelah bisa menerima lama-lama akan memaafkan. 
Langkah untuk memaafkan: menceritakan dulu, lalu menerima dan akhirnya memaafkan. 
Trauma yang terjadi adalah:
Emosinya tersimpannya di amigdala. 
Pemikiran kognitifnya di hipocampus. Dia tidak akan lenyap. Ketika diceritakan kembali, ditambahkan persepsi. Persepsi ini menimbulkan emosi. 

Perasaan Menjadi Korban

Ada orang yang sengaja menjadikan dirinya korban. Dengan menjadi korban mendapatkan perhatian dari banyak orang dan kebutuhan mereka tercukupi. 

Ada istri yang setiap sakit suaminya cuti. Jadi dia membuat dirinya sakit supaya dia ditemani suaminya. Ada seorang anak yang paralisis dia sengaja menjatuhkan diri karena dengan begitu ayahnya khawatir dan menunggui dia selama sakit. 

Padahal ada cara lain untuk menarik perhatian orangtua atau orang lain. Rugi orang yang nenarik perhatian atau simpati orang lain dengan menjadi korban. Rugi kesehatan, waktu, tenaga dan juga saat-saat yang menyenangkan. Bukankah lebih menyenangkan menghabiskan waktu bersama dalam keadaan sehat, bisa jalan-jalan, bisa menikmati makanan enak, daripada menikmati waktu bersama dalam kesengsaraan. 

Apapun kejadian buruk yg menimpa kita, kita punya kempuan untuk memilih respon kita. Dan kita selalu punya solusi untuk mengatasinya. 

Harapan dan Kekuatan

Dari Bapak Anthony Dio Martin, Emak mendapatkan insight tentang harapan. 

Beliau bercerita tentang tikus yang tenggelam. Beberapa ekor tikus dimasukkan dalam air. Mereka berenang-renang berusaha menyelamatkan diri. Menariknya, ada tikus yang kemudian diambil sebentar, dan dimasukkan kembali ke dalam air. Tikus yang pernah diambil ini bisa bertahan lebih lama  karena dia memiliki harapan akan ada yang mengambilnya lagi, dibandingkan tikus yang tidak pernah diambil dari dalam air. 

Pak Anthony menceritakan masa kecilnya yang luar biasa. Namun, bagaimanapun susahnya ketika dia kecil dulu, ibunya selalu memberi harapan dan kekuatan. Karena harapan tersebut Pak Anthony bisa bertahan dan menjadi sukses seperti sekarang ini. 

Anak Kecil Dalam Diri Kita

Berapapun usia kita, ada anak kecil di dalam diri kita. Bila ada yang mensabotase masa dewasa kita, perlu dipertanyakan, bagaimana anak kecil kita? 
Seringkali masa lalu membelenggu kita sehingga tidak bisa ke mana-mana
Peterpan syndrone adalah sindroma anak-anak cowok yang tidak bisa dewasa. 
Kalau perempuan namanya Cinderella syndrom. 

Siapapun punya innerchild, ada innerchild yang bahagia, ada yang terluka. Untuk innerchild yang terluka, ada yang bisa mengatasi, ada yg tidak. Yang lukanya belum teratasi biasanya akan menyakiti orang lain. Karena orang yg sakit cenderung menyakitii orang lain. 
Menurut Tom Robin apapun masa kecil kita, tidak ada kata terlambat untuk mempunyai masa kecil yang bahagia. 

Mengenali dan Mengelola Emosi

Emosi itu netral. Yang ada emosi menyenangkan dan tidak menyenangkan. Tidak ada emosi negatif atau positif. 
Dlm kecerdasan emosi, kita dilatih untuk bisa mengekspresikannya. Ketika marah jangan fokus pada marah, tapi cari solusinya. Jadi marahnya keluar bukan langsung dari amigdala saja tapi audah melewati kortex. 

Tahap pertama kecerdasan emosi adalah awareness. Sadari emosi kita. Kenali apa yang kita rasakan. Dengan begitu kita punya jeda untuk melakukan tindakan selanjutnya. 

Kejadian yang sudah terjadi tidak bisa diapa-apain lagi. Maka kita harus fokus ke masa depan. Jadikan masa lalu sebagai pembelajaran, dan mensyukuri setiap kejadian. Karena apa yang terjadi di masa lalu adalah yang menempa kita hingga menjadi diri kita di masa kini. 

Emak jadi mengerti, bahwa luka yang dialaminya dulu yang membawanya mempelajari tentang innerchild dan bertemu dengan orang-orang yang luar biasa. Emak jadi bisa bersyukur dengan semua hal yang telah terjadi. 

Buku Luka Performa Bahagia
Untuk Sahabat Emak, cobalah tengok ke dalam diri. Kenali innerchild yang ada di sana. Kenali emosi yang dirasakan. Rangkul semua rasa yang ada. Buku Luka Performa Bahagia bisa membantu mengenali innerchild dan berdamai dengannya. 

Buku ini ditulis oleh Mbak Intan Maria Lie dan Mas Adi Prayuda, berdasarkan pengalaman pribadi. Bacalah, dan mari kita bahagia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar: