SELAMAT LEBARAN!
“Taqobalallahu minna wa minkum.. Selamat Idul Fitri 1429 H. Mohon maaf lahir dan batin. Ningrum Wijayanto n kel.”
Itu adalah bunyi sms yang kutuliskan untuk orang-orang yang aku kenal dan kutahu nomor hpnya. Tidak ada kata-kata istimewa atau yang berbunga-bunga. Pokoknya ucapan selamat idul fitri dan permohonan maaf.
Ada yang sampai, ada yang tidak.
Ada yang berbalas, ada juga yang tidak.
Lebaran, dari tahun ketahun selalu istimewa. Dan mau tidak mau (biasanya sih selalu mau), rasanya harus selalu mudik ke rumah orangtua. Pernah kami tidak mudik, dan ketika malam takbiran, mendengar takbir berkumandang, rasanya hati begitu nelangsa. Setelah sholat Ied, keliling ke rumah tetangga yang juga tidak pulang, akhirnya malah jadi bertangis-tangisan. Bukan karena ingat dosa, tapi karena tidak mudik.
Berenam (aku, mas wijay, Bagus, Alya dan 2 orang pembantu -yang seorang pembantu tetangga, nebeng) pulang tanggal 25 september. Sementara Sekar dan Yudha sudah berangkat lebih dulu tanggal 21 september, bareng Pakde Win dan Bude Ninik, kakak sulungku yang tinggal di semarang.
Di Yogya kami sempat jalan-jalan ke ketep, tempat pengamatan gunung merapi dan gunung-gunung yang lainnya bersama kakak-kakakku. Dari sana kami ke candi borobudur. Hebatnya Sekar dan Yudha tetap berpuasa sehari penuh walau kepanasan dan kecapekan.Tahun ini Yudha pol sebulan penuh puasanya. Sekar batal 2 hari karena sakit. Kalau Bagus karena merasa masih kecil, belum mau puasa. Padahal tahun sebelumnya dia berhasil 1 hari puasa sehari penuh.
Yang berbeda dari saat mudik yng lain, kali ini aku bisa bertemu dengan 2 sahabatku sejak kuliah dulu. Tri Wahyuningsih dan Oka Kurniasih. Oka datang ke Yogya, ke rumah mertuanya dari Bangka, setelah mungkin sekitar 10 thn tidak pernah menginjak Yogya. Tri tinggal di Yogya, tapi kami jarang ketemu. Terakhir kami bertemu sebelum ini adalah ketika anak keduanya masih kecil. Sekarang anaknya 4.
Di Yogya kami menikmati lezatnya buka puasa dengan ikan bakar di Pujabantara, restorannya mas Imad, keponakanku, putera mbak Nik dan mas Win. Dan malamnya anak-anak bergembira melihat pawai di dekat pasar kotagede.
Sehari setelah sholat Ied kamipun berangkat ke menjing.Sampai di Menjing, anak-anak segera akrab bermain dengan saudara-saudara mereka.
Kata Sekar, “Kalau di Menjing enak banyak petualangannya. Kalau di Yogya enak bisa malas-malasan (sambil baca buku).”
Yah...begitulah. Bedanya kotagede dan menjing. Di kotagede seolah segalanya serba mudah dan enak. Di menjing segalanya dinamis.Anak-anakpun bergembira karena selama di Menjing mereka bisa mandi di kali, naik-naik ke puncak gunung dan lain-lainnya. Sampai menjelang saat pulang kembali ke alam nyata... eh, ke bekasi.
COBAAN
“Karunia Allah akan terasa nikmat ketika telah meninggalkan kita.”Lebaran kali ini adalah istimewa buat kami.
Kalau biasanya mudik lebaran boleh dibilang berjalan sesuai rencana, kali ini berbeda.
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apakah kalian merasa telah beriman pada Allah, sementara kalian tidak mendapat cobaan?” (terjemahan bebas).
Kami yang merasa sebagai orang yang beriman, kali ini mendapat giliran dicoba oleh Allah.
Buatku cobaan ini bukan main-main.
Ketika berangkat ke Semarang, Alya sariawan. Aku sendiri karena salah makan jadi diare. Oleh mas Win aku diantar ke klinik untuk berobat. Alhamdulillah membaik. Setelah sampai di Yogya dan Ugik, asisten pribadiku (cie... maksudnya PRTku) pulang ke rumahnya, hampir semalaman aku tidak tidur menggendong Alya. Padahal saat itu walau telah sembuh dari diare, kondisiku kurang baik karena sedang haid. (Banjir bo! Dan sakitnya minta ampun deh. Soalnya tanpa mengurusi anak sekalipun, mengurusi diri sendiri aja rasanya sudah kelenger karena aku punya miom yang mengakibatkan sakit luar biasa saat haid.) Tapi aku bersyukur -bersyukur banget karena Allah memberiku kekuatan dan keikhlasan walau berderai air mata masih bisa menggendong-gendong Alya. Alhamdulillah setelah minum obat kondisi Alya berangsur baik.
Sesampainya di Menjing, hari kamis, gantian aku yang sakit. Awalnya sih masih tahan. Aku berobat ke bidan, bersama suami yang sakit tenggorokan dan Sekar yang demam. Tapi malam sabtu, kembali aku tidak bisa tidur karena kepalaku berdenyut-denyut, sakit sekali. Aku hanya bisa menangis, tapi alhamdulillah, masih bisa bersyukur. Alhamdulillah aku sakit di sini (di rumah mertua), ada suami dan anak-anak dan saudara-saudara (walau saat itu aku terjaga sendirian, yang lain tidur). Coba kalau aku sakit di jalanan, tanpa tempat tinggal dan sanak-saudara, apa tidak lebih menderita? Dini hari Alya bangun. Alhamdulillah walau ngajak main-main, Alya tidak rewel, dan aku masih bisa menemaninya. Setelah minum susu, dia tidur lagi.
Paginya aku diantar mas Wijayke rumah sakit. Saat itu rasanya aku seperti 'mahluk lain yang setengah menginjak bumi'. Suara-suara terdengar jauh.
Sampai RS turun dari mobil aku duduk di kursi roda di dorong ke UGD. Yang terlintas dalam pikiranku, “Ibu, aku berada di negeri antah-berantah...” (begitu deh kalau sedang sakit yang teringat adalah Ibu.)
Aku di tes darah. Eh, waktu sudah ditusuk jarum suntik di lengan dekat siku, darah nggak keluar. Akhirnya pindah ke dekat pergelangan tangan. Setelah siang aku baru tahu hasilnya, HB-ku drop ke angka 6. Normalnya 12 – 10. Aku harus transfusi minimal 2 kantong. Selain itu tipoidku juga tinggi. 600. Padahal normalnya negatif.
Jadilah orang-orang, terutama Mas Gono, kakak sulung mas Wijay sibuk mencarikan darah buatku karena persediaan darah golongan A di PMI Sragen dan sekitarnya kosong. Mbak Nik, kakakku, di Yogya juga kubuat sibuk. Tapi karena jauh, ya tidak bisa segera ke Sragen, walaupun donornya ada.
Alhamdulillah Mas Gun, kakak Mas Wijay yang lain bersedia mendonor. Lalu yang satu lagi didapat dari teman ngaji mas Slamet, suami Mbak Is, kakak suamiku yang lain lagi.(Enaknya punya keluarga besar... Alhamdulillah)
Aku jadi seperti vampir, mengisap darah dua orang korban (hii...syerem ).
Semalaman darah menetes dari kantong ke dalam tubuhku. Pagi hari, menjelang isi kantong habis, tubuhku merasa sehat. Jadi pagi-pagi aku mandi. Segarnya setelah hampir dua hari tidak mandi... Setelah mandi, kantong darah diganti infus karena darahnya sudah habis. Tidak langsung kantong darah kedua, kata perawat supaya darahnya tidak menggumpal.
Setelah itu gantian suamiku yang mandi. Waktu suamiku di kamar mandi, tiba-tiba aku merasa dingin, semakin dingin, lalu kedinginan dan menggigil.Aduh! Aku bingung. Di RS Sarila Husada Sragen ini, walau kelas 1, tidak ada bel untuk memanggil suster. Yang ada hanya telepon yang letaknya jauh di sebuah meja -itupun sejak aku masuk sudah tidak berfungsi.
Mas Wijay kutunggu-tunggu rasanya lama benget nggak keluar-keluar dari kamar mandi. Akhirnya setelah keluar kupanggil-panggil. Tapi suaraku nggak bisa keras dan menggigilku makin menjadi.
Ya Allah... apa aku mau mati ya....?
Mas Wijay memanggil suster. Dua orang suster datang menolong. Yang seorang tetap tenang, yang seorang lagi kelihatan agak panik. Mungkin itu sebabnya suamiku jadi ikut panik.
Kata suster kadang-kadang setelah transfusi ada yang reaksinya begitu. Kira-kira 15 menit biasanya normal kembali.
Aku disuntik melalui selang infus. Ya Allah, rasanya sakit bukan main! Bukan karena tertusuk jarum (kan yang ditusuk selang infusnya), tapi karena merasakan obatnya mengaliri pembuluh di lenganku. Seingatku selama operasi amandel (kelas 6 SD), usus buntu (kls 1 SMP) dan 4 kali operasi sesar, aku belum pernah berteriak seperti waktu itu ketika disuntik atau yang lainnya. (mungkin nggak ingat aja kali ya…?)
Memang benar kata suster, setelah disuntik dan diberi oksigen menggigilku semakin berkurang dan akhirnya lenyap. Tapi meninggalkan trauma yang cukup dalam.
Betapa lemahnya manusia. Betapa mudahnya Allah mengambil kembali pemberianNya. Ketika itulah baru kusadari, betapa banyak nikmat yang telah diberikanNya, dan betapa banyak yang tidak kusyukuri....Alhamdulillah setelah transfusi kedua segalanya baik-baik saja.
Ketika aku masuk RS, Ugik dipanggil lagi untuk momong Alya. Karena Alya hanya mau dengan Ugik, akhirnya Ugik jatuh sakit juga karena kecapekan.
Hari Senin ketika anak-anak datang menjenguk, Sekar terlihat pucat dan lemas. Dia nggak mau makan dan demam. Setelah diperiksa di UGD, ternyata harus opname juga karena asma!
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun... Semakin sayangkah Allah pada kami? Ataukah ini hukuman karena kami telah lalai....?
Tapi aku nggak mau berpikir negatif
Ya Allah... hamba tahu Engkau sedang melihat dan mencintai hamba, menguji apakah hamba pantas mendapat kasih sayang dan surgaMu....
Begitulah, jadinya kami berdua dirawat di RS yang sama, tapi di ruang yang berbeda. Sayangnya tidak bisa disatukan.
Selama di RS, saudara-saudara kami jadi repot dan bolak-balik menjenguk. Ada Pakde Gono dan Bude Niniknya pakde Gono (namanya sama dengan nama kakakku), Bude Is dan Pakde Slamet, juga Ndari dan Hayun, puteri2 mereka. Ada Briyan, putera kedua Mas Gono, juga Mas Gun dan yang lainnya yang tidak bisa kusebutkan satu-satu. Ada juga Ibu Widarni, ibu mertuaku, yang setia membuatkan jamu. Juga Ibuku, Mas Sapto, Imad, Mas Win, Mbak Nik, Mas Yoga, Mbak Lina, Mas Dus dan istri. Kepada semuanya, saya sangat bersyukur. Alhamdulillah jaza kumullahu khoiro. Terimakasih!
Alhamdulillah kondisi kami berangsur baik. Padahal saat masuk RS, Sekar tidak bisa makan, minum dan minum obat. Bicarapun sulit. Jangankan bicara, bernafas saja susah!
Alhamdulillah pada hari rabu aku sudah boleh pulang, walau tes darah terakhir menunjukkan HB-ku 8,5. Hari itu setelah selang infus dicabut, aku bisa ke kamar Sekar. Alhamdulillah kondisinya sudah jauh lebih baik.
Sekar sedang membaca ketika aku datang. Dia juga sudah mau makan dan minum. Obat sirup bisa diminum, tapi obat puyer selalu muntah lagi, jadi dia tidak mau minum.Tapi setelah sirup dan puyer kucampur dalam gelas kecil, dia bisa minum dan tidak muntah lagi. InsyaAllah hari jumat dia sudah boleh pulang.
Waktu pulang dari RS lengan kananku sakit. Kupikir biasa karena habis transfusi. Tapi ternyata semakin bengkak dan sakit.
Hari jumat aku ikut Mas Wijay ke RS, selain menjemput Sekar sekalian periksa. Dokter lalu memberiku salep dan obat penghilang rasa sakit.Hari Sabtu kami nekat pulang dengan disopiri Dik Bayu, saudara misan suamiku. Soalnya hari senin anak-anak sekolah dan suami juga sudah kelamaan nambah cutinya. Ugik belum bisa ikut karena masih sakit.
Di Tambun, ya aku berbuat sebisaku. Lagi-lagi, Allah menunjukkan betapa aku harus sangat bersyukur padaNya. Dengan kondisi tangan bengkak tidak bisa ditekuk, ada mesin cuci yang mencuci pakaian kami. Ada tetangga yang bisa kutitipi anak-anak saat pergi dan pulang sekolah, dan tetangga yang bersedia memasak buat kami.
Alhamdulillah Alya tidak rewel, dan kakak-kakaknya mau membantu momong. Alhamdulillah juga tanganku semakin pulih, bengkak dan sakitnya semakin berkurang. Kukira segalanya akan segera normal kembali.
Tapi.... ternyata qodar Allah tidak begitu. Hari kamis kondisiku drop lagi. Menjelang asar aku muntah2 tanpa henti. Ku sms suamiku. Mas Wijay lalu menelpon tetangga untuk melihatku. Aku sendiri menelpon bu Nanik, tetangga yang rumahnya agak jauh, tapi kuanggap sesepuh di lingkunganku.Alhamdulillah, ada tetangga yang membantu aku melewati saat-saat sulit. Bu Zaenal dan Bu Tamri, yang rumah mereka persis di depanku datang menolong. Aku sudah hampir tidak sadar saat itu. Bu Nanik menyusul datang. Beliau menjaga agar sholatku tidak ketinggalan.
Lalu malam harinya suami mengantarku periksa ke dokter perusahaan. Alhamdulillah setelah itu kondisiku membaik.
Alhamdulillah lagi, pada hari minggu dini hari, Ugik sudah bisa kembali ke tambun bareng Pakde Win. Kami menjemputnya di rest area karawang timur.
Sekarang, Alhamdulillah keadaan kami sudah kembali baik. Kalau kurenungkan, aku sungguh bersyukur mempunyai suami yang begitu baik dan mencintaiku, dan anak-anak juga baik dan menyayangiku, ditambah saudara-saudara dan orangtua yang begitu peduli dan perhatian.
Alhamdulillahirobbilalamin.
Allah mencoba hambanya sesuai dengan kemampuannya. Alhamdulillah kami telah melewati saat-saat itu.
“Karunia Allah akan terasa nikmat ketika telah meninggalkan kita.”Lebaran kali ini adalah istimewa buat kami.
Kalau biasanya mudik lebaran boleh dibilang berjalan sesuai rencana, kali ini berbeda.
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apakah kalian merasa telah beriman pada Allah, sementara kalian tidak mendapat cobaan?” (terjemahan bebas).
Kami yang merasa sebagai orang yang beriman, kali ini mendapat giliran dicoba oleh Allah.
Buatku cobaan ini bukan main-main.
Ketika berangkat ke Semarang, Alya sariawan. Aku sendiri karena salah makan jadi diare. Oleh mas Win aku diantar ke klinik untuk berobat. Alhamdulillah membaik. Setelah sampai di Yogya dan Ugik, asisten pribadiku (cie... maksudnya PRTku) pulang ke rumahnya, hampir semalaman aku tidak tidur menggendong Alya. Padahal saat itu walau telah sembuh dari diare, kondisiku kurang baik karena sedang haid. (Banjir bo! Dan sakitnya minta ampun deh. Soalnya tanpa mengurusi anak sekalipun, mengurusi diri sendiri aja rasanya sudah kelenger karena aku punya miom yang mengakibatkan sakit luar biasa saat haid.) Tapi aku bersyukur -bersyukur banget karena Allah memberiku kekuatan dan keikhlasan walau berderai air mata masih bisa menggendong-gendong Alya. Alhamdulillah setelah minum obat kondisi Alya berangsur baik.
Sesampainya di Menjing, hari kamis, gantian aku yang sakit. Awalnya sih masih tahan. Aku berobat ke bidan, bersama suami yang sakit tenggorokan dan Sekar yang demam. Tapi malam sabtu, kembali aku tidak bisa tidur karena kepalaku berdenyut-denyut, sakit sekali. Aku hanya bisa menangis, tapi alhamdulillah, masih bisa bersyukur. Alhamdulillah aku sakit di sini (di rumah mertua), ada suami dan anak-anak dan saudara-saudara (walau saat itu aku terjaga sendirian, yang lain tidur). Coba kalau aku sakit di jalanan, tanpa tempat tinggal dan sanak-saudara, apa tidak lebih menderita? Dini hari Alya bangun. Alhamdulillah walau ngajak main-main, Alya tidak rewel, dan aku masih bisa menemaninya. Setelah minum susu, dia tidur lagi.
Paginya aku diantar mas Wijayke rumah sakit. Saat itu rasanya aku seperti 'mahluk lain yang setengah menginjak bumi'. Suara-suara terdengar jauh.
Sampai RS turun dari mobil aku duduk di kursi roda di dorong ke UGD. Yang terlintas dalam pikiranku, “Ibu, aku berada di negeri antah-berantah...” (begitu deh kalau sedang sakit yang teringat adalah Ibu.)
Aku di tes darah. Eh, waktu sudah ditusuk jarum suntik di lengan dekat siku, darah nggak keluar. Akhirnya pindah ke dekat pergelangan tangan. Setelah siang aku baru tahu hasilnya, HB-ku drop ke angka 6. Normalnya 12 – 10. Aku harus transfusi minimal 2 kantong. Selain itu tipoidku juga tinggi. 600. Padahal normalnya negatif.
Jadilah orang-orang, terutama Mas Gono, kakak sulung mas Wijay sibuk mencarikan darah buatku karena persediaan darah golongan A di PMI Sragen dan sekitarnya kosong. Mbak Nik, kakakku, di Yogya juga kubuat sibuk. Tapi karena jauh, ya tidak bisa segera ke Sragen, walaupun donornya ada.
Alhamdulillah Mas Gun, kakak Mas Wijay yang lain bersedia mendonor. Lalu yang satu lagi didapat dari teman ngaji mas Slamet, suami Mbak Is, kakak suamiku yang lain lagi.(Enaknya punya keluarga besar... Alhamdulillah)
Aku jadi seperti vampir, mengisap darah dua orang korban (hii...syerem ).
Semalaman darah menetes dari kantong ke dalam tubuhku. Pagi hari, menjelang isi kantong habis, tubuhku merasa sehat. Jadi pagi-pagi aku mandi. Segarnya setelah hampir dua hari tidak mandi... Setelah mandi, kantong darah diganti infus karena darahnya sudah habis. Tidak langsung kantong darah kedua, kata perawat supaya darahnya tidak menggumpal.
Setelah itu gantian suamiku yang mandi. Waktu suamiku di kamar mandi, tiba-tiba aku merasa dingin, semakin dingin, lalu kedinginan dan menggigil.Aduh! Aku bingung. Di RS Sarila Husada Sragen ini, walau kelas 1, tidak ada bel untuk memanggil suster. Yang ada hanya telepon yang letaknya jauh di sebuah meja -itupun sejak aku masuk sudah tidak berfungsi.
Mas Wijay kutunggu-tunggu rasanya lama benget nggak keluar-keluar dari kamar mandi. Akhirnya setelah keluar kupanggil-panggil. Tapi suaraku nggak bisa keras dan menggigilku makin menjadi.
Ya Allah... apa aku mau mati ya....?
Mas Wijay memanggil suster. Dua orang suster datang menolong. Yang seorang tetap tenang, yang seorang lagi kelihatan agak panik. Mungkin itu sebabnya suamiku jadi ikut panik.
Kata suster kadang-kadang setelah transfusi ada yang reaksinya begitu. Kira-kira 15 menit biasanya normal kembali.
Aku disuntik melalui selang infus. Ya Allah, rasanya sakit bukan main! Bukan karena tertusuk jarum (kan yang ditusuk selang infusnya), tapi karena merasakan obatnya mengaliri pembuluh di lenganku. Seingatku selama operasi amandel (kelas 6 SD), usus buntu (kls 1 SMP) dan 4 kali operasi sesar, aku belum pernah berteriak seperti waktu itu ketika disuntik atau yang lainnya. (mungkin nggak ingat aja kali ya…?)
Memang benar kata suster, setelah disuntik dan diberi oksigen menggigilku semakin berkurang dan akhirnya lenyap. Tapi meninggalkan trauma yang cukup dalam.
Betapa lemahnya manusia. Betapa mudahnya Allah mengambil kembali pemberianNya. Ketika itulah baru kusadari, betapa banyak nikmat yang telah diberikanNya, dan betapa banyak yang tidak kusyukuri....Alhamdulillah setelah transfusi kedua segalanya baik-baik saja.
Ketika aku masuk RS, Ugik dipanggil lagi untuk momong Alya. Karena Alya hanya mau dengan Ugik, akhirnya Ugik jatuh sakit juga karena kecapekan.
Hari Senin ketika anak-anak datang menjenguk, Sekar terlihat pucat dan lemas. Dia nggak mau makan dan demam. Setelah diperiksa di UGD, ternyata harus opname juga karena asma!
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun... Semakin sayangkah Allah pada kami? Ataukah ini hukuman karena kami telah lalai....?
Tapi aku nggak mau berpikir negatif
Ya Allah... hamba tahu Engkau sedang melihat dan mencintai hamba, menguji apakah hamba pantas mendapat kasih sayang dan surgaMu....
Begitulah, jadinya kami berdua dirawat di RS yang sama, tapi di ruang yang berbeda. Sayangnya tidak bisa disatukan.
Selama di RS, saudara-saudara kami jadi repot dan bolak-balik menjenguk. Ada Pakde Gono dan Bude Niniknya pakde Gono (namanya sama dengan nama kakakku), Bude Is dan Pakde Slamet, juga Ndari dan Hayun, puteri2 mereka. Ada Briyan, putera kedua Mas Gono, juga Mas Gun dan yang lainnya yang tidak bisa kusebutkan satu-satu. Ada juga Ibu Widarni, ibu mertuaku, yang setia membuatkan jamu. Juga Ibuku, Mas Sapto, Imad, Mas Win, Mbak Nik, Mas Yoga, Mbak Lina, Mas Dus dan istri. Kepada semuanya, saya sangat bersyukur. Alhamdulillah jaza kumullahu khoiro. Terimakasih!
Alhamdulillah kondisi kami berangsur baik. Padahal saat masuk RS, Sekar tidak bisa makan, minum dan minum obat. Bicarapun sulit. Jangankan bicara, bernafas saja susah!
Alhamdulillah pada hari rabu aku sudah boleh pulang, walau tes darah terakhir menunjukkan HB-ku 8,5. Hari itu setelah selang infus dicabut, aku bisa ke kamar Sekar. Alhamdulillah kondisinya sudah jauh lebih baik.
Sekar sedang membaca ketika aku datang. Dia juga sudah mau makan dan minum. Obat sirup bisa diminum, tapi obat puyer selalu muntah lagi, jadi dia tidak mau minum.Tapi setelah sirup dan puyer kucampur dalam gelas kecil, dia bisa minum dan tidak muntah lagi. InsyaAllah hari jumat dia sudah boleh pulang.
Waktu pulang dari RS lengan kananku sakit. Kupikir biasa karena habis transfusi. Tapi ternyata semakin bengkak dan sakit.
Hari jumat aku ikut Mas Wijay ke RS, selain menjemput Sekar sekalian periksa. Dokter lalu memberiku salep dan obat penghilang rasa sakit.Hari Sabtu kami nekat pulang dengan disopiri Dik Bayu, saudara misan suamiku. Soalnya hari senin anak-anak sekolah dan suami juga sudah kelamaan nambah cutinya. Ugik belum bisa ikut karena masih sakit.
Di Tambun, ya aku berbuat sebisaku. Lagi-lagi, Allah menunjukkan betapa aku harus sangat bersyukur padaNya. Dengan kondisi tangan bengkak tidak bisa ditekuk, ada mesin cuci yang mencuci pakaian kami. Ada tetangga yang bisa kutitipi anak-anak saat pergi dan pulang sekolah, dan tetangga yang bersedia memasak buat kami.
Alhamdulillah Alya tidak rewel, dan kakak-kakaknya mau membantu momong. Alhamdulillah juga tanganku semakin pulih, bengkak dan sakitnya semakin berkurang. Kukira segalanya akan segera normal kembali.
Tapi.... ternyata qodar Allah tidak begitu. Hari kamis kondisiku drop lagi. Menjelang asar aku muntah2 tanpa henti. Ku sms suamiku. Mas Wijay lalu menelpon tetangga untuk melihatku. Aku sendiri menelpon bu Nanik, tetangga yang rumahnya agak jauh, tapi kuanggap sesepuh di lingkunganku.Alhamdulillah, ada tetangga yang membantu aku melewati saat-saat sulit. Bu Zaenal dan Bu Tamri, yang rumah mereka persis di depanku datang menolong. Aku sudah hampir tidak sadar saat itu. Bu Nanik menyusul datang. Beliau menjaga agar sholatku tidak ketinggalan.
Lalu malam harinya suami mengantarku periksa ke dokter perusahaan. Alhamdulillah setelah itu kondisiku membaik.
Alhamdulillah lagi, pada hari minggu dini hari, Ugik sudah bisa kembali ke tambun bareng Pakde Win. Kami menjemputnya di rest area karawang timur.
Sekarang, Alhamdulillah keadaan kami sudah kembali baik. Kalau kurenungkan, aku sungguh bersyukur mempunyai suami yang begitu baik dan mencintaiku, dan anak-anak juga baik dan menyayangiku, ditambah saudara-saudara dan orangtua yang begitu peduli dan perhatian.
Alhamdulillahirobbilalamin.
Allah mencoba hambanya sesuai dengan kemampuannya. Alhamdulillah kami telah melewati saat-saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: