Sabtu, 30 Agustus 2008

Tragedi Cinta Ratu Pembayun





Sebuah manuskrip tua di dinding batu berbunyi: " Kanjeng Panembahan Senopati, Bertahta Kerajaan Mataram, Tahun Djinawal : 1509 Tahun Masehi : 1579 ...". Hmm, sudah lebih dari 500 tahun lalu !
Daya wibawa apakah yg dimiliki sehingga orang masih 'memujanya', menjaga makamnya bahkan beratus-ratus tahun setelah kematiannya ? Bandingkanlah dng manusia sekarang, yg bahkan sudah dihujat saat mereka masih menjabat !
Ini adalah kompleks makam raja-raja Mataram di Kota Gede yg konon angker, wingit. Pohon beringin raksasa yg rimbun, gelap, dengan akar berjuntai di pintu masuk, menyiratkan aura itu. Well, ini mungkin sugesti saja. Di kompleks ini terdapat masjid, makam, dan tempat pemandian putri-putri dan putra-putra raja.
Di kompleks inilah dimakamkan Panembahan Senopati, raja Mataram Islam pertama dan Ki Ageng Mangir menantu sekaligus musuhnya . Sebuah relasi mertua-menantu yang penuh ironi, sebagaimana tragedi cinta antara Ratu Pembayun dengan Ki Ageng Mangir.
Saat Panembahan Senopati bertahta , ada suatu daerah yg tidak mau mengakui hegemoni Mataram, yaitu tanah Perdikan Mangir yg dipimpin Ki Ageng Mangir. Ini seakan menjadi bisul bagi Panembahan Senopati yang telah bertekad menguasai sepenuhnya Mataram.

Maka Panembahan Senopati bermaksud melakukan 'duel meet' untuk menentukan siapakah yg paling berhak berkuasa di Mataram. Peyelesaian khas laki-laki. Panembahan Senopati raja 'tulen', naik tahta bukan karena hadiah tapi karena memang punya daya linuwih, karena itulah ia tak ragu untuk bertarung dng ki Ageng Manger yg juga digdaya.

Tapi Sang Patih, Ki Juru Martani berpendapat lain....Ki Ageng Mangir dianggap bukan levelnya. Kalaupun Panembahan Senopati menang, itu hal yg lumrah saja, wong dia raja. Kalo kalah ? Taruhannya terlalu besar. Seperti kata pepatah, 'menang gak kondang, kalah malu-maluin'. Ki Juru Martani menawarkan jalan yg lebih halus, sedikit berliku, tapi licik....

Maka digelarlah suatu operasi intelijen, Ki Juru Martani dan Ratu Pembayun menyamar menjadi penari keliling. Ratu Pembayun tak lain adalah anak Panembahan Senopati sendiri. Misi operasi ini adalah: "temukan rahasia kesaktian Ki Ageng Mangir dan musnahkan !". Jadi mirip-mirip perintah "Search and destroy !" dalam dunia militer.

Dan sebagaimana sudah digariskan takdir, maka terpesonalah Ki Ageng Mangir pada penari keliling yg molek ini. Sungguh kelemahan khas laki-laki...

Singkat kata, merekapun menikah. Betapa seperti disambar geledek Ki Ageng Mangir setelah Ratu Pembayun mengaku bahwa dia adalah anak Panembahan Senopati, musuh bebuyutannya....

Apa boleh buat, janji perkawinan telah diucapkan, pertalian darah telah ditorehkan. Kini dia menjadi menantu dari musuhnya.
Atas ajakan Ratu Pembayun, Ki Ageng Mangir bermaksud menghadap Panembahan Senopati, sang Ayahanda. Sepanjang perjalanan, kebimbangan menggelayut di benak Ki Ageng Mangir. Panembahan Senopati telah menjadi mertuanya. Tetapi dirinya selama ini mengambil posisi berseberangan dng raja Mataram itu. Apakah dia akan diterima sbg menantu atau musuh ? (ada banyak cerita legenda yg menggambarkan kebimbangan Ki Ageng Mangir ini). Seakan Ki Ageng Mangir telah mencium takdir yg akan menantinya......

Maka bertemulah dua seteru yg telah terikat pertalian darah ini...ketegangan merajai kedua pihak. Sebagai menantu yg baik, Ki Ageng Mangir telah melepas seluruh senjata yg dibawanya. Dissarmed. Dia mengambil posisi bersimpuh dan bersiap menyembah kepada Panembahan Senopati sebagai tanda penghormatan. Hening. Helaan nafas seperti tertahan dalam kilatan waktu yg tiba-tiba melambat seperti berbulan-bulan lamanya.

Ketika kepala Ki Ageng Mangir hampir menyentuh lantai, secara tiba-tiba Panembahan Senopati dengan gerakan tak terduga meraih dan (maaf) membenturkannya ke lantai....sebuah dendam politik dituntaskan....tewaslah Ki Ageng Mangir di tangan sang mertua seiring lengking tangis Ratu Pembayun.

Mungkin Pembayun benar-benar cinta Ki Ageng Mangir.
Mungkin dia tidak mengetahui rencana sang ayah.
Mungkin dia adalah korban ambisi sebuah kekuasaan....
( Watu Canteng, adalah singgasana
Panembahan Senopati. Lekukan pd pinggir batu
menandakan tempat kepala Ki Ageng
Mangir dibenturkan. )
--0O0----------

Makam Ki Ageng Mangir sendiri dibuat separuh di dalam pagar kompleks makam dan separuhnya lagi di luar pagar. Sungguh suatu perlambang ambigu: separuh musuh separuh keluarga. Tapi juga mencerminkan sisi kelam jiwa manusia yg memiliki dendam begitu besar, bahkan setelah musuhnya mati...----0O0------

2 komentar:

  1. mantap...saya jadi mengerti sekarang ceritanya // Kemarin (09/02/2010)saya baru saja melewati Watu Centang ini //

    BalasHapus
  2. jalan2 ya Pak Bram?
    kalau mau menggali cerita zaman dahulu, kita bisa menemukan banyak hal. Kita bisa mendapatkan cerita dari buku-buku,tapi lebih asyik mendengarkan cerita dari orang-orang tua, walaupun versinya jadi macam-macam.

    BalasHapus

Komentar: