Rabu, 27 Agustus 2008

cemburu

Cinta itu seperti bara api yang menghangatkan diri
Ketika cemburu datang mengipasi, bara menjadi nyala api
Yang membakar sekeliling tanpa kenal kompromi

Andai aku bisa memilih, antara cemburu atau tidak cemburu, tentu kupilih tidak ceburu. Tapi hati tak dapat berdusta. Karena rasa adalah segalanya… kata kecap bango…

Adakah yang tidak pernah cemburu?

Waktu kecil aku cemburu dengan saudara atau teman. Bahkan dengan ibu atau bapak, karena merasa bapak lebih memperhatikan ibu atau ibu lebih memperhatikan bapak daripada memperhatikan aku. Apalagi kalau bapak baru pulang dari tugas, terus mengunci diri di kamar bersama ibu.... huaaaa....!!! Aku menangis sambil menggedor pintu. Nggak tangung-tanggung, pernah pintunya kupukuli pakai raket badminton. Kok bapak kangennya cuma sama ibu...? Untung pintunya kuat.
Hehehe... sekarang kadang aku tersenyum sendiri kalau anak-anakku mulai menggedor pintuku....

Menjelang dewasa cemburu bila ada yang kelihatan dekat dengan orang yang disayangi (baca: kakakku. Bukan pacar soalnya g punya.) Tapi dari kakak-kakak yang aku cemburui (no 7 kebawah, kalau yang keatas aku nggak merasa kalau pasangan mereka adalah kakak ipar), sepertinya cuma yang nomor 8 yang kubikin pusing. Sampai berkomentar, "Ya ampun, satu istri dan satu adik aja kayak gini, kalau istrinya dua kayak apa...???" Kalau yang lain aku nggak merasa bikin mereka pusing, jadi kalau pusing sendiri bukan salahku ya....!! :D

Dan setelah menikah, aku cemburu pada segala sesuatu yang menyimpangkan perhatian suami dariku. Termasuk pekerjaannya dan teman-temannya... (Peace... buat yang merasa (pernah) kucemburui..)
dan juga anak-anak kami.
Jangan tanya apakah cemburu pada buah hatiku sendiri masuk dalam logika. Yang jelas kurasakan aku cemburu, setidaknya pada awal-awal aku punya bayi. Habis... apa-apa selalu di bayi. telpon yang ditanya si bayi, oleh-oleh...buat si bayi. buat ibunya mana...? Hehehe... lucu deh kalau ingat.

Sekarang... apa yang kucemburui ya?

Seiring berjalannya waktu, rasa percaya dan pasrah pada qodar Allah terasa memenuhi hatiku, menepis cemburu yang (dulu) sering mengganggu.
Komunikasi yang baik, saling terbuka, percaya dan dibarengi dengan doa , memperkokoh pernikahan kami. Dengan anak-anakpun sampai kini alhamdulillah baik. Semoga bisa terus lebih baik. Harapanku kami menjadi suami istri dan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah di dunia dan di surga nanti. Amiin.

Sebuah jembatan terentang dalam hidupku, menuju surgaku
Semoga jembatan itu tidak runtuh
Sampai aku melintas tiba di seberang… Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar: